Jumat, 31 Maret 2017

ANTARA RASA HARAP (ROGHBAH) DAN TAKUT (ROHBAH)

00.13.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Allah telah mengisahkan tentang Zakaria dalam firman-Nya,

وَزَكَرِيَّا إِذْ نَادَى رَبَّهُ رَبِّ لَا تَذَرْنِي فَرْدًا وَأَنْتَ خَيْرُ الْوَارِثِينَ (89) فَاسْتَجَبْنَا لَهُ وَوَهَبْنَا لَهُ يَحْيَى وَأَصْلَحْنَا لَهُ زَوْجَهُ إِنَّهُمْ كَانُوا يُسَارِعُونَ فِي الْخَيْرَاتِ وَيَدْعُونَنَا رَغَبًا وَرَهَبًا وَكَانُوا لَنَا خَاشِعِينَ (90)

”Dan (ingatlah kisah) Zakaria, tatkala ia menyeru Tuhannya: “Ya Tuhanku janganlah Engkau membiarkan Aku hidup seorang diri (tanpa keturunan) dan Engkaulah waris yang paling baik. Maka kami memperkenankan doanya, dan kami anugerahkan kepadanya Yahya dan kami jadikan isterinya dapat mengandung. Sesungguhnya mereka adalah orang² yang selalu bersegera dalam (mengerjakan) perbuatan² yang baik dan mereka berdoa kepada kami dengan harap (roghbah) dan cemas (rohbah) dan mereka adalah orang² yang khusyu kepada kami”. (QS. Al Anbiyaa’: 89-90).

Dari ayat ini, Allah mengisahkan tentang Zakaria, istrinya dan Yahya yang selalu bersegera dalam melakukan ketaatan dan mendekatkan diri pada Allah. Allah memuji mereka karena mereka berdoa kepada Allah dengan mengharap rahmat-Nya dan takut akan azab-Nya, serta dengan merendahkan diri kepada-Nya. Mereka menyembah Allah dengan berbagai bentuk ibadah tersebut. (Aysarut Tafaasir, Syech Abu Bakar Jabir Al Jazairi).

Perhatikanlah dalam ayat yang mulia ini, Allah mensifati para hamba-Nya yang ikhlas yaitu yang beribadah dan berdo’a kepada-Nya dengan rasa harap dan cemas (rogbah dan rohbah) serta merendahkan diri (khusyu’) kepada-Nya.

Pengertian Rogbah dan Rohbah

Makna rogbah adalah meminta, merendahkan diri, dan mengharap sepenuh hati dengan penuh kecintaan yang mengantarkan kepada sesuatu yang dicintai. Sedangkan makna rohbah adalah takut yang menyebabkan seseorang menjauh dari sesuatu yang ditakuti. (Hushulul Ma’mu bisyarhi Tsalatsatil Ushul, Syech Abdullah bin Sholih Al Fauzan).

Rogbah memiliki makna yang hampir sama dengan roja. Namun keduanya memiliki perbedaan. Roja adalah menginginkan (hanya sekedar keinginan) sedangkan rogbah adalah usaha untuk mendapatkan yang diinginkan, namun belum bisa dipastikan keinginannya itu tercapai. (Madarijus Salikin Juz kedua, Imam Ibnul Qoyyim).

Jadi, rogbah adalah rasa harap yang lebih khusus dari roja dan rohbah adalah rasa takut/cemas yang lebih khusus dari khouf. (Syarhu Kitaab Tsalatsatil Ushul, Syech Sholih bin Abdul Aziz)

Ibadah Dibangun di atas Rasa Harap (Rogbah) dan Rasa Takut (Rohbah)

Syech Sholih Alu Syaikh hafidzohullah mengatakan,”Jika kalian memperhatikan dan merenungkan keadaan kaum musyrikin di sekeliling sesembahan mereka dan keadaan penyembah kubur di sisi kuburan, maka kalian akan mendapati mereka dalam keadaan khusyu. Mereka tidak pernah melakukan ibadah di kuburan tersebut sebagaimana di rumah Allah (masjid) yang tidak memiliki kubur maupun kubah. Di sisi kuburan tersebut, mereka begitu takut (rohbah) dan begitu menaruh harapan (rogbah). Mereka juga khusyu dan tuma’ninah (tenang), tanpa ada gerakan dari anggota badan maupun jiwa, bahkan mereka sampai takut melirik ke kanan kiri. Perbuatan seperti ini tidaklah boleh ditujukan kecuali pada Allah Ta’ala semata. Karena setiap muslim tatkala shalat telah menegakkan ibadahnya dengan  ibadah rogbah dan rohbah. Sebagaimana tersirat dari surat Al Fatihah (surat yang minimal 17 kali dibaca setiap harinya) pada firman-Nya: ”Ar Rohmanir Rohiim (Maha Pemurah lagi Maha Penyayang)”. Ini menunjukkan bahwa ibadah dibuka dengan rasa harap (rogbah) dan firman-Nya:”Maliki yaumiddiin (Yang menguasai di hari pembalasan)”. Ini menunjukkan bahwa ibadah dimulai dengan rasa cemas/takut kepada Allah (rohbah). Jadi, ibadah itu dibangun atas dua unsur yaitu rogbah (harap) dan rohbah (cemas/takut).” (Syarhu Kitaab Tsalatsatil Ushul)

Rasa Harap dan Takut Para Ulama

Lihatlah bagaimana kisah ulama terdahulu yang begitu khawatir keimanannya akan hilang yaitu Sufyan Ats Tsauri tatkala menemui ajalnya di sisi Abdurrahman bin Mahdi. Sufyan di saat itu merasakan beratnya kematian dan tiba² menangis. Kemudian seseorang berkata kepada beliau, ”Wahai Abu Abdillah (yaitu nama kunyah Sufyan Ats Tsauri), saya melihat Engkau merasa punya banyak dosa?” Kemudian Sufyan mengambil segenggam tanah dan berkata, ”Sungguh, menurutku dosaku lebih ringan dari tanah ini, hanya saja aku takut jika tiba² imanku berbalik sebelum datang kematianku.”

Perhatikan pula bagaimana rasa harap yang dicontohkan oleh ulama kita terdahulu (para salaf). Rasa harap ini banyak mereka perkuat ketika mendekati ajal yaitu di saat mereka merasa takut akan su’ul khotimah (akhir kehidupan yang jelek). Lihatlah Yahya bin Mu’adz berkata, ”Sungguh aku harap keselamatan dari yang memberiku pakaian ketika hidup di dunia agar tidak menyiksaku setelah matiku. Sungguh aku mengetahui bahwa kemurahan adalah bentuk kasih sayang-Nya.” (Al Khouf dan Ar Roja’, Abdullah bin Sulaiman Al Atiq).

Mengendalikan Rasa Harap dan Cemas

Syech Muhammad bin Sholih Al Utsaimin rahimahullah berkata, ”Ulama berselisih pendapat manakah yang harus seseorang dahulukan, rasa harap (roja’) ataukah rasa takut/cemas (khouf)?”

Beliau melanjutkan,  “Menurutku dalam masalah ini berbeda-beda tergantung kondisi masing². Apabila seseorang lebih mendominasikan rasa takut sehingga menyebabkan putus asa dari rahmat Allah, maka hendaknya ia segera memulihkan dan menyeimbangkannya dengan rasa harap. Namun apabila ia lebih mendominasikan rasa harap sehingga menjadikannya merasa aman dari makar Allah, maka hendaknya dipulihkan dan segera didominasi dengan rasa takut. Pada hakikatnya, setiap orang adalah dokter bagi dirinya sendiri, jika hatinya itu memang hidup. Adapun pemilik hati yang mati yang tidak dapat disembuhkan dan tidak pula dapat dilihat kondisinya, maka bagaimana pun cara yang ditempuh, tetap tidak akan sembuh.” (Fatawal Aqidah wa Arkaanil Islam)

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

0 komentar: