Rabu, 19 April 2017

BERPUTUS ASA YANG DIBOLEHKAN

15.09.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhi Ukhti'..

Sebagai seorang muslim, kita tentu memahami bahwa berputus asa merupakan hal yang tercela dalam agama Islam yang mulia ini. Bahkan berputus asa dari rahmat Allah Ar Rahman merupakan salah satu tanda kebinasaan. Sebagaimana Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman dalam Al Qur’an, mengisahkan perkataan Nabi Yaqub ‘alaihissalam kepada putra²nya,

يَا بَنِيَّ اذْهَبُوا فَتَحَسَّسُوا مِنْ يُوسُفَ وَأَخِيهِ وَلَا تَيْأَسُوا مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِنَّهُ لَا يَيْأَسُ مِنْ رَوْحِ اللَّهِ إِلَّا الْقَوْمُ الْكَافِرُونَ

Artinya: “Wahai anak²ku, pergilah kalian dan carilah berita mengenai Yusuf dan saudaranya, dan janganlah kalian berputus asa dari rahmat Allah, sesungguhnya tidaklah ada yang berputus asa dari rahmat Allah kecuali orang² kafir.” (QS. Yusuf: 87)

Syech Muhammad bin Abdul Wahhab rahimahullahu memasukkan berputus asa dari rahmat Allah sebagai salah satu dosa besar yang letaknya di hati. Setelah membawakan ayat di atas sebagai dalil, beliau menambahkan dengan riwayat dari Abdullah ibnu ‘Abbas radhiyallahu ‘anhuma secara marfu’ (yang artinya), Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam ditanya,

“Apa sajakah yang termasuk dosa² besar?’. Beliau menjawab, ‘Mempersekutukan Allah, merasa aman dari makar Allah, dan berputus asa dari rahmat Allah."

Islam senantiasa mengajarkan optimisme dalam segala hal yang bermanfaat, baik bagi dunia maupun akhirat pemeluknya. Hal ini tercermin dalam sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam,

احْرِصْ عَلَى مَايَنْفَعُكَ وَاسْتَعِنْ بِاللهِ وَلَا تَعْجَزْ

Artinya: “Bersemangatlah dalam apa yang bermanfaat bagimu, mohonlah pertolongan kepada Allah, dan janganlah merasa lemah.” (HR. Muslim).

Namun tahukah kita, ada jenis putus asa yang dibolehkan?

Itu adalah berputus asa dari mengharap apa yang ada di tangan manusia. Syech Abdur Razzaq bin Abdul Muhsin Al Badr hafizhohullahu menjelaskan,

مَن كان يائسًا ممَّا في أيدي النَّاس عاش حياتَه مهيبًا عزيزًا، ومَن كان قلبه معلَّقًا بما في أيديهم عاش ‎حياته مهينًا ذليلًا، ومَن كان قلبه معلَّقًا بالله لا يرجو إلَّا الله، ولا يطلب حاجته إلَّا من الله، ولا ‎يتوكَّل إلَّا على الله كفاه اللهُ في دنياه وأخراه، والله – جلَّ وعلا – يقول: {أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَهُ} [الزمر: ‎‎36]، ويقول – جلَّ وعلا -: {وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ} [الطلاق: 3] ، والتَّوفيق بيد الله وحده لا ‎شريك له.‎

Artinya: “Barangsiapa yang berputus asa (tidak mengharapkan) apa yang ada di tangan manusia, maka ia akan menjalani hidupnya dengan penuh wibawa dan mulia. Dan barangsiapa yang hatinya bergantung kepada apa yang ada di tangan orang lain, maka ia akan hidup dengan kehinaan dan kerendahan. Dan barangsiapa yang hatinya bergantung kepada Allah, ia tidaklah mengharap kecuali kepada Allah, tidak meminta kebutuhannya kecuali kepada Allah, tidak bertawakal kecuali kepada Allah, maka Allah akan mencukupinya kebutuhan kehidupan dunia dan akhiratnya.

Allah Ta'alaa berfirman,

أَلَيْسَ اللَّهُ بِكَافٍ عَبْدَه

‘Bukankah Allah cukup bagi hamba-Nya?’ (QS. Az Zumar: 36).

Dan Dia Allah berfirman,

وَمَنْ يَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ فَهُوَ حَسْبُهُ

‘Dan barangsiapa yang bertawakal kepada Allah, Ia akan mencukupinya.‘ (QS. Ath Tholaq: 3).

Dan taufik itu ada di tangan Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya.”

Hal ini pula yang diisyaratkan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam dalam hadits yang diriwayatkan oleh sahabat Sa’d bin Abi Waqqash radhiyallahu ‘anhu, ketika seorang lelaki datang dan meminta Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam untuk mewasiatinya,

عَلَيْكَ بِالْيَأْسِ مِمَّا فِي أَيْدِي النَّاسِ

Artinya: “Hendaknya engkau berputus asa dari apa yang ada di tangan manusia.” (HR. Al Hakim dan Al Baihaqi. Syech Al Albani menyatakan bahwa hadits ini Hasan lighoirihi).

Namun, hal ini bukan berarti kita tidak diperbolehkan menuntut hak kita. Semisal gaji setelah bekerja, atau piutang yang belum dibayarkan, atau harta kita yang diambil dengan cara tidak halal (seperti penipuan atau pencurian). Yang dimaksud dalam hadist ini adalah bergantungnya hati pada harta² tersebut, seakan-akan rizki kita terbatas padanya. Sehingga jika tidak segera mendapatkannya, hati dan pikiran kita terus dihantui perasaan resah dan kesal, bahkan tidak jarang berujung pada stres dan gangguan kejiwaan, atau penumpahan darah, sebagaimana yang marak kita jumpai di masyarakat kita akhir² ini.

Wallahu Waliyyuy Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu yang bermanfaat'..

0 komentar: