Senin, 05 September 2016

BOLEHKAH BERQURBAN DENGAN CARA KOLEKTIF

06.47.00 Posted by Admin No comments

Assalamu'alaikum Akhie Ukhtie..

2 hari yang lalu ada sodara kita yang bernama Nunu dari Cirebon nanya,  
"Apakah di perbolehkan bila berqurban dengan cara patungan?"

Sebenarnya tidak mengapa berqurban dengan cara patungan/iuran/ditanggung bersama  antara 2 orang, 3,5,6 dan maksimal sampai 7 (tujuh) orang, tanpa membedakan apakah anggota yang berpatungan itu satu rumah ataukah berbeda rumah, memiliki hubungan kerabat  maupun tidak.
Semuanya sah selama hewan yang diqurbankan adalah unta atau sapi. Adapun jika hewan yang dikurbankan adalah kambing, maka hanya boleh untuk satu orang dan tidak sah jika dengan cara patungan.
Terkait orang yang diikutkan/diserikatkan dalam pahala, maka tidak ada batasan. Boleh  tujuh orang, sepuluh, seratus, sampai tak terbatas.

Yang di maksud dengan patungan berqurban di sini adalah kesepakatan sejumlah orang  untuk bersama-sama membeli hewan qurban, kemudian hewan tersebut disembelih atas nama  mereka dengan niat berqurban. Mereka membeli hewan qurban itu dengan harta masing-masing sehingga kepemilikan atas hewan qurban itu adalah kepemilikan bersama (الْمِلْكُ الْمُشْتَرَكُ). Jika yang melakukan patungan adalah 5 orang, maka kepemilikan hewan kurban bagi masing-masing anggota adalah 1/5 hewan qurban tersebut, jika yang berpatungan 6 berarti kepemilikan masing-masing 1/6, jika yang berpatungan 7 orang berarti kepemilikan masing -masing 1/7 dan seterusnya. Berkurban dengan cara patungan seperti ini adalah berqurban yang sah selama hewan yang diqurbankan adalah unta atau sapi, dan anggota yang berpatungan maksimal berjumlah 7 (tujuh).

Dalil yang menunjukkan keabsahannya adalah hadits berikut ini..

صحيح مسلم (6/ 476)

عَنْ ابْنِ جُرَيْجٍ أَخْبَرَنِي أَبُو الزُّبَيْرِ أَنَّهُ سَمِعَ جَابِرَ بْنَ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ اشْتَرَكْنَا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي الْحَجِّ وَالْعُمْرَةِ كُلُّ سَبْعَةٍ فِي بَدَنَةٍ فَقَالَ رَجُلٌ لِجَابِرٍ أَيُشْتَرَكُ فِي الْبَدَنَةِ مَا يُشْتَرَكُ فِي الْجَزُورِ قَالَ مَا هِيَ إِلَّا مِنْ الْبُدْنِ وَحَضَرَ جَابِرٌ الْحُدَيْبِيَةَ قَالَ نَحَرْنَا يَوْمَئِذٍ سَبْعِينَ بَدَنَةً اشْتَرَكْنَا كُلُّ سَبْعَةٍ فِي بَدَنَةٍ

dari Ibnu Juraij telah mengabarkan kepadaku Abu Zubair bahwa ia mendengar Jabir bin Abdullah berkata; “Kami bersekutu bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam di dalam haji dan umrah, yakni tujuh orang berqurban seekor Badanah (unta  yang  disiapkan untuk qurban saat haji) atau seekor Sapi.” Kemudian seorang laki-laki bertanya kepada Jabir, “Bolehkah bersekutu dalam Jazur (unta yang sudah siap disembelih) sebagaimana bolehnya bersekutu dalam Badanah (unta  yang  disiapkan untuk kurban saat haji) atau sapi?” Jabir menjawab, “Jazur itu sudah termasuk Badanah.” Jabir juga turut serta dalam peristiwa Hudaibiyah. Ia berkata, “Di hari itu, kami menyembelih tujuh puluh ekor Badanah. Setiap tujuh orang dari kami bersekutu untuk qurban seekor Badanah.” (H.R.Muslim)

Hadits ini menunjukkan dengan jelas bahwa berqurban unta bisa dilakukan dengan patungan sampai dengan tujuh orang. Badanah bermakna unta yang disiapkan untuk diqurbankan dalam Haji, sedangkan Jazur bermakna unta yang disiapkan untuk disembelih. Setiap Badanah mestilah Jazur.

Dalil yang lain adalah hadits berikut ini..

مسند أحمد (47/ 425)

عَنْ حُذَيْفَةَ قَالَ شَرَّكَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي حَجَّتِهِ بَيْنَ الْمُسْلِمِينَ فِي الْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ

dari Hudzaifah berkata; Rasulullah Shallallahu ‘alaihi wa salam menserikatkan  tujuh orang diantara kaum muslimin untuk satu ekor sapi saat beliau haji. (H.R.Ahmad)

Hadits ini juga cukup jelas menunjukkan bahwa sapi bisa diqurbankan dengan cara patungan sampai dengan tujuh orang.

Riwayat² lain yang menguatkan adalah hadits² berikut ini..

صحيح مسلم (6/ 473)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ نَحَرْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَامَ الْحُدَيْبِيَةِ الْبَدَنَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami pernah menyembelih kurban bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam di tahun perjanjian Hudaibiyah, untuk kurban seekor unta atau seekor sapi, kami bersekutu tujuh orang.” (H.R.Muslim)

صحيح مسلم (6/ 475)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ حَجَجْنَا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَنَحَرْنَا الْبَعِيرَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ

dari Jabir bin Abdullah ia berkata; “Kami naik haji bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam, lalu kami menyembelih seekor unta untuk  tujuh orang yang bersekutu, dan seekor sapi juga hasil dari tujuh orang yang bersekutu.” (H.R.Muslim)

سنن أبى داود (7/ 473)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ الْبَقَرَةُ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْجَزُورُ عَنْ سَبْعَةٍ

dari Jabir bin Abdullah, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam berkata: “Satu ekor sapi untuk tujuh orang, dan satu ekor unta untuk tujuh orang.” (H.R.Abu Dawud)

Semua riwayat² ini dan yang semakna dengannya, menguatkan bahwa berqurban dengan cara patungan untuk hewan unta dan sapi sah secara Syar’i asalkan anggota yang berpatungan tidak melampaui jumlah tujuh.

Adapun pendapat yang mengatakan bahwa berqurban dengan cara patungan adalah tidak sah dengan berargumen riwayat Ibnu Syihab berikut ini..

موطأ مالك (3/ 694)

عَنْ ابْنِ شِهَابٍ أَنَّهُ قَالَ مَا نَحَرَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ إِلَّا بَدَنَةً وَاحِدَةً أَوْ بَقَرَةً وَاحِدَةً

dari Ibnu Syihab berkata; “Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam tidak pernah menyembelih untuk dirinya dan keluarganya kecuali satu ekor unta atau satu ekor sapi.” (H.R.Malik)

Maka pendapat ini perlu ditinjau ulang berdasarkan sejumlah argumen..

Pertama:
Hadits di atas adalah hadis lemah karena keterputusan sanad antara Ibnu Syihab dengan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ. Ibnu Syihab bukan shahabat, sehingga tidak mungkin meriwayatkan langsung dari Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ . Ibnu Abdil Barr dalam kitabnya Al Istidzkar menegaskan bahwa hadits ini tidak sah dijadikan sebagai Hujjah.

Kedua:
Dengan asumsi riwayat Ibnu Syihab tersebut di terima, perbuatan yang tidak dilakukan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak bermakna dilarangnya perbuatan tersebut, terlebih jika perbuatan tersebut jelas ditunjukkan dalam Sunnah Qouliyyah. Ketika Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ tidak melakukan Dawud  atau puasa Tasu’ah tetapi Sunnah Qouliyyah menunjukkan bahwa puasa Dawud adalah ma’ruf sebagaimana puasa Tasu’ah maka Sunnah Qouliyyah tersebut wajib diamalkan.

Ketiga:
Nash-Nash Shahih menunjukkan  bolehnya berpatungan untuk berqurban sehingga informasi Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ atau shahabat berqurban dengan satu unta atau satu sapi tanpa berpatungan dengan yang lain tidak bermakna dilarangnya untuk berpatungan, tetapi maksimal hanya menunjukkan kondisi afdhol. Maksudnya, berqurban yang afdhol adalah satu unta atau satu sapi untuk satu orang, dan boleh satu unta/sapi untuk beberapa orang maksimal sampai tujuh.

Imam An Nawawi berkata terkait keabsahan berqurban dengan cara patungan sebagai berikut;

شرح النووي على مسلم (9/ 67)

في هذه الاحاديث دلالة لجواز الاشتراك في الهدى …. وأجمعوا على أن الشاة لا يجوز الاشتراك فيها وفي هذه الاحاديث أن البدنة تجزى عن سبعة والبقرة عن سبعة

Dalam hadits² ini ada penunjukan makna bolehnya berpatungan dalam berqurban. Para ulama  juga bersepakat bahwa kambing tidak boleh diqurbankan dengan cara patungan. Dalam hadits² ini juga bisa difahami bahwa  unta sah untuk berqurban tujuh orang sebagaimana sapi juga sah untuk tujuh orang (Sayarah An-Nawawy ‘Ala Shohih Muslim vol.9 hlm.67)

Sebagian ulama seperti Ishaq bin Rohawaih, Ibnu Khuzaimah, Ibnu Hazm, dan Al-‘Itroh berpendapat untuk unta jumlah maksimalnya adalah sepuluh berdasarkan riwayat berikut ini..

سنن الترمذى – مكنز (4/ 41، بترقيم الشاملة آليا)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِىِّ -صلى الله عليه وسلم- فِى سَفَرٍ. فَحَضَرَ الأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِى الْبَقَرَةِ سَبْعَةً وَفِى الْجَزُورِ عَشَرَةً

dari Ibnu Abbas berkata; “Suatu ketika kami bepergian bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam. Kemudian Hari Raya Idul Adha tiba. Kami menyembelih seekor sapi untuk tujuh orang dan seekor unta untuk sepuluh orang.” (H.R.At-Tirmidzi)

Riwayat Ibnu Hibban berbunyi..

صحيح ابن حبان – ث (9/ 318)

عن ابن عباس قال : كنا مع النبي صلى الله عليه و سلم في سفر قحضر النحر فاشتركنا في البقرة سبعة وفي البعير سبعة أو عشرة

Dari Ibnu Abbas beliau berkata; kami  bersama Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dalam sebuah perjalanan. Kemudian tiba waktu penyembelihan. Maka kami berserikat tujuh orang untuk sapi dan tujuh atau sepuluh untuk unta. (H.R.Ibnu Hibban)

Riwayat Ahmad berbunyi..

مسند أحمد (4/ 287)

عَنِ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ النَّحْرُ فَذَبَحْنَا الْبَقَرَةَ عَنْ سَبْعَةٍ وَالْبَعِيرَ عَنْ عَشَرَةٍ

dari Ibnu Abbas, ia berkata; “Kami pernah bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam dalam sebuah perjalanan, tibalah waktu berqurban, maka kami menyembelih seekor sapi untuk  tujuh orang dan seekor unta untuk  sepuluh orang.” (H.R.Ahmad)

Riwayat Ibnu Majah berbunyi..

سنن ابن ماجه (9/ 287)

عَنْ ابْنِ عَبَّاسٍ قَالَ كُنَّا مَعَ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فِي سَفَرٍ فَحَضَرَ الْأَضْحَى فَاشْتَرَكْنَا فِي الْجَزُورِ عَنْ عَشَرَةٍ وَالْبَقَرَةِ عَنْ سَبْعَةٍ

dari Ibnu Abbas dia berkata, “Kami bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam dalam suatu perjalanan, kemudian beliau mendatangi hewan qurban (menyembelih). Maka kami turut berqurban dengan seekor unta untuk sepuluh orang dan seekor sapi untuk tujuh orang.” (H.R.Ibnu Majah)

Hadis riwayat Rofi’ bin Khodij dianggap menguatkan batasan maksimal 10 ini. Haditsnya berbunyi..

صحيح البخاري (8/ 420)

عَنْ عَبَايَةَ بْنِ رِفَاعَةَ عَنْ جَدِّهِ رَافِعِ بْنِ خَدِيجٍ رَضِيَ اللَّهُ عَنْهُ قَالَ

كُنَّا مَعَ النَّبِيِّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ بِذِي الْحُلَيْفَةِ مِنْ تِهَامَةَ فَأَصَبْنَا غَنَمًا وَإِبِلًا فَعَجِلَ الْقَوْمُ فَأَغْلَوْا بِهَا الْقُدُورَ فَجَاءَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَأَمَرَ بِهَا فَأُكْفِئَتْ ثُمَّ عَدَلَ عَشْرًا مِنْ الْغَنَمِ بِجَزُورٍ

dari ‘Abayah bin Rifa’ah dari kakeknya, Rafi’ bin Khadij radliallahu ‘anhu berkata; “Kami bersama Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam tiba di Dzul Hulaifah dari Tihamah lalu kami mendapatkan kambing dan unta (sebagai harta rampasan perang). Lalu orang² bersegera  menyembelih hewan² tersebut hingga memenuhi kuali besar. Kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam datang dan memerintahkan agar kuali tersebut ditumpahkan isinya. Kemudian Beliau membagi rata dengan menyamakan  sepuluh kambing sama dengan satu ekor unta. “. (H.R.Bukhari)

Riwayat² di  atas menyebut bahwa jumlah maksimal untuk patungan unta  bukan tujuh tetapi sepuluh, sehingga difahami anggota patungan maksimal adalah sepuluh orang bukan tujuh orang. Hanya saja Jumhur ulama memandang hadits² yang menerangkan jumlah maksimal tujuh lebih kuat dari riwayat-riwayat ini, sehingga riwayat yang menerangkan jumlah maksimal sepuluh  dipandang ada masalah dari sisi ketelitian sebagian perawinya. As-Syaukani yang menshahihkan riwayat-riwayat yang menerangkan jumlah maksimal 10 orang (sebagaimana juga Al-Albani) berusaha mengkompromikan dengan menjelaskan; Jika unta itu disiapkan untuk qurban bagi orang yang berhaji (unta sebagai Al-Hadyu) maka jumlah maksimal yang boleh patungan adalah tujuh orang.  Adapun jika unta itu diqurbankan oleh selain yang berhaji (unta sebagai Udh-hiyah) maka jumlah maksimalnya adalah sepuluh orang.

Adapun ketidak bolehan patungan untuk berkurban jika hewannya adalah kambing, maka hal itu dikarenakan tidak ada Nash yang menunjukkan bolehnya patungan untuk kambing sebagaimana bolehnya patungan untuk hewan qurban berupa unta dan sapi. Nash yang ada, pelaksanaan qurban dengan kambing di masa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ dan shahabat adalah satu kambing untuk satu orang, tanpa patungan. At-Tirmidzi meriwayatkan..

سنن الترمذى (5/ 465)

عُمَارَةُ بْنُ عَبْدِ اللَّهِ قَال سَمِعْتُ عَطَاءَ بْنَ يَسَارٍ يَقُولُ سَأَلْتُ أَبَا أَيُّوبَ الْأَنْصَارِيَّ

كَيْفَ كَانَتْ الضَّحَايَا عَلَى عَهْدِ رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَ كَانَ الرَّجُلُ يُضَحِّي بِالشَّاةِ عَنْهُ وَعَنْ أَهْلِ بَيْتِهِ فَيَأْكُلُونَ وَيُطْعِمُونَ حَتَّى تَبَاهَى النَّاسُ فَصَارَتْ كَمَا تَرَى

Umarah bin Abdullah ia berkata; Aku mendengar Atha bin Yasar berkata, “Aku pernah bertanya kepada Abu Ayyub Al Anshari, bagaimana qurban yang dilakukan pada masa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam?”, ia menjawab; “Seorang laki-laki menyembelih seekor kambing untuk dirinya dan keluarganya, mereka makan daging kurban tersebut dan memberikannya kepada orang lain. Hal itu tetap berlangsung hingga manusia berbangga-bangga, maka jadilah qurban itu seperti sekarang yang engkau saksikan (hanya untuk berbangga-bangga).” (At-Tirmidzi)

Dalil lain yang semakna;

صحيح البخاري (22/ 153)

 أَبُو عَقِيلٍ زُهْرَةُ بْنُ مَعْبَدٍ عَنْ جَدِّهِ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ هِشَامٍ

وَكَانَ قَدْ أَدْرَكَ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَذَهَبَتْ بِهِ أُمُّهُ زَيْنَبُ بِنْتُ حُمَيْدٍ إِلَى رَسُولِ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ فَقَالَتْ يَا رَسُولَ اللَّهِ بَايِعْهُ فَقَالَ النَّبِيُّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ هُوَ صَغِيرٌ فَمَسَحَ رَأْسَهُ وَدَعَا لَهُ وَكَانَ يُضَحِّي بِالشَّاةِ الْوَاحِدَةِ عَنْ جَمِيعِ أَهْلِهِ

Abu Uqail Zuhraj bin ma’bad dari kakeknya, Abdullah bin Hisyam, yang mana dia pernah bertemu Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam, ibunya, Zainab binti Muhammad, pernah membawanya kepada Rasulullah Shallallahu’alaihiwasallam dan berujar; ‘Wahai Rasulullah, tolong bai’atlah dia.’ Lantas Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda: “dia masih kecil!” Maka Nabi mengusap kepalanya. Adalah Abdullah bin Hisyam  menyembelih satu kambing untuk semua keluarganya. (H.R.Bukhari)

Jadi, tidak adanya Nash yang menunjukkan bahwa berqurban dengan kambing boleh dengan cara patungan, juga praktek yang dilakukan Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ termasuk para shahabat yang tidak pernah berpatungan untuk berqurban kambing, sementara ibadah adalah Tauqifi, semuanya menunjukkan bahwa khusus untuk kambing tidak boleh berqurban dilakukan dengan cara patungan. Jika qurban kambing dilakukan dengan cara patungan, maka qurban tersebut tidak sah secara Syar’i.

Ini adalah penjelasan hukum berqurban dengan cara patungan oleh beberapa orang yang masing² mengeluarkan harta untuk memperoleh hewan qurban.

Adapun terkait dengan ketentuan jumlah orang yang boleh diikutkan untuk diharapkan mendapatkan pahala berqurban, maka ini tidak ada batasan lagi. Seseorang yang berqurban dengan unta, sapi atau kambing, baik sendirian maupun patungan dengan yang lain, boleh meniatkan orang-orang tertentu dengan harapan orang tersebut juga mendapatkan pahala berqurban sebagaimana dirinya. Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ pernah berqurban dengan niat mengikutsertakan keluarga dan umatnya agar mendapat pahala berkurban yang beliau lakukan. Imam Muslim meriwayatkan;

صحيح مسلم (10/ 149)

عَنْ عَائِشَةَ أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِكَبْشٍ أَقْرَنَ يَطَأُ فِي سَوَادٍ وَيَبْرُكُ فِي سَوَادٍ وَيَنْظُرُ فِي سَوَادٍ فَأُتِيَ بِهِ لِيُضَحِّيَ بِهِ فَقَالَ لَهَا يَا عَائِشَةُ هَلُمِّي الْمُدْيَةَ ثُمَّ قَالَ اشْحَذِيهَا بِحَجَرٍ فَفَعَلَتْ ثُمَّ أَخَذَهَا وَأَخَذَ الْكَبْشَ فَأَضْجَعَهُ ثُمَّ ذَبَحَهُ ثُمَّ قَالَ بِاسْمِ اللَّهِ اللَّهُمَّ تَقَبَّلْ مِنْ مُحَمَّدٍ وَآلِ مُحَمَّدٍ وَمِنْ أُمَّةِ مُحَمَّدٍ ثُمَّ ضَحَّى بِهِ

dari ‘Aisyah, bahwa Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam pernah menyuruh untuk diambilkan dua ekor domba bertanduk yang di kakinya berwarna hitam, perutnya terdapat belang hitam, dan di kedua matanya terdapat belang hitam. Kemudian domba tersebut di serahkan kepada beliau untuk diqurbankan, lalu beliau bersabda kepada ‘Aisyah: “Wahai ‘Aisyah, bawalah pisau kemari.” Kemudian beliau bersabda: “Asahlah pisau ini dengan batu.” Lantas ‘Aisyah melakukan apa yang di perintahkan beliau, setelah di asah, beliau mengambilnya dan mengambil domba tersebut dan membaringkannya lalu beliau menyembelihnya.” Kemudian beliau mengucapkan: “Dengan nama Allah, ya Allah, terimalah ini dari Muhammad, keluarga Muhammad, dan ummat Muhammad.” Kemudian beliau berqurban dengannya.” (H.R.Muslim)

Permohonan beliau agar Allah menerima amal berqurban dari beliau dengan  menyertakan keluarganya dan umatnya menunjukkan beliau mengikut sertakan sejumlah orang dengan bilangan yang tak terbatas agar juga mendapat bagian pahala.

Riwayat yang senada dari Abu Dawud berbunyi..

سنن أبى داود – م (3/ 56)

عَنْ جَابِرِ بْنِ عَبْدِ اللَّهِ قَالَ شَهِدْتُ مَعَ رَسُولِ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- الأَضْحَى بِالْمُصَلَّى فَلَمَّا قَضَى خُطْبَتَهُ نَزَلَ مِنْ مِنْبَرِهِ وَأُتِىَ بِكَبْشٍ فَذَبَحَهُ رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- بِيَدِهِ وَقَالَ « بِسْمِ اللَّهِ وَاللَّهُ أَكْبَرُ هَذَا عَنِّى وَعَمَّنْ لَمْ يُضَحِّ مِنْ أُمَّتِى ».

dari Jabir bin Abdullah, ia berkata; saya menyaksikan bersama Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam Shalat Adha di lapangan, kemudian tatkala menyelesaikan khutbahnya beliau turun dari mimbarnya, dan beliau diberi satu ekor domba kemudian Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam menyembelihnya, dan mengucapkan: “BISMILLAAHI WALLAAHU AKBAR, HAADZA ‘ANNII WA ‘AN MAN LAM YUDHAHHI MIN UMMATI” (Dengan nama Allah, Allah Maha Besar, ini (kurban) dariku dan orang-orang yang belum berqurban dari umatku). (H.R.Abu Dawud)

Riwayat lain dari Ahmad berbunyi..

مسند أحمد (52/ 356)

عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ كَانَ إِذَا أَرَادَ أَنْ يُضَحِّيَ اشْتَرَى كَبْشَيْنِ عَظِيمَيْنِ سَمِينَيْنِ أَمْلَحَيْنِ أَقْرَنَيْنِ مَوْجُوأَيْنِ فَيَذْبَحُ أَحَدَهُمَا عَنْ أُمَّتِهِ مِمَّنْ شَهِدَ بِالتَّوْحِيدِ وَشَهِدَ لَهُ بِالْبَلَاغِ وَذَبَحَ الْآخَرَ عَنْ مُحَمَّدٍ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ وَآلِ مُحَمَّدٍ

dari Abu Hurairah, apabila Nabi shallallahu’alaihi wa sallam ingin berqurban, beliau membeli dua kambing besar, gemuk, warna putihnya lebih dominan, bertanduk, dan gemuk. Beliau menyembelih salah satu dari keduanya untuk umatnya yang bersaksi akan keesaan Allah dan bersaksi bahwa Rasulullah صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ telah menyampaikan Risalah, dan beliau menyembelih yang lainnya untuk Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam dan keluarga Muhammad.” (H.R.Ahmad)

Riwayat² shahabat yang berqurban untuk dirinya dan juga keluarganya semuanya bermakna seperti ini, yaitu bukan patungan dalam berqurban, tetapi diserikatkan/diikutkan dalam niat berqurban dengan harapan mendapat bagian pahala berqurban. Setiap muslim boleh meniatkan orang lain mendapatkan pahala kurbannya tanpa dibatasi jumlah angka tertentu.

Atas dasar ini, boleh hukumnya berqurban dengan cara patungan selama hewan yang diqurbankan adalah unta dan sapi dengan jumlah maksimal anggota tujuh orang. Kambing tidak boleh diqurbankan dengan cara patungan, dan boleh meniatkan berqurban dengan mengikutkan orang lain dengan harapan mereka mendapat bagian pahala berqurban..

"Semoga bisa menjadi ilmu yang manfaat"

0 komentar: