Minggu, 09 April 2017

TANDA IKHLAS: TIDAK MENCARI POPULARITAS DAN MERASA DIRI SERBA KEKURANGAN DALAM BERAMAL

14.42.00 Posted by Admin No comments

Setelah sebelumnya ane membahas tanda ikhlas adalah berusaha menyembunyikan amalan shalih, maka selanjutnya ane akan utarakan dua tanda ikhlas lainnya..

Kedua: Khawatir pada Popularitas (Ketenaran)

Inilah di antara tanda ikhlas. Akan tetapi, kebanyakan orang malah ingin kondang dan tenar. Keinginan ini sering kita temukan pada para artis. Namun orang yang tahu agama pun punya keinginan yang sama. Ketenaran juga selalu dicari-cari oleh seluruh manusia termasuk orang kafir. Akhirnya, berbagai hal yang begitu aneh dilakuin karena ingin tenar dan tersohor. Berbagai rekor MURI pun ingin diraih dan dipecahkan karena satu tujuan yaitu tenar.

Sungguh hal ini sangat berbeda dengan kelakukan ulama salaf yang selalu menyembunyikan diri mereka dan menasehatkan agar kita pun tidak usah mencari ketenaran.

Al Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Wahai hamba Allah, sembunyikanlah selalu kedudukan muliamu. Jagalah selalu lisanmu. Minta ampunlah terhadap dosa²mu, juga dosa yang diperbuat kaum mukminin dan mukminat sebagaimana yang diperintahkan padamu."

Abu Ayub As Sikhtiyani mengatakan, “Seorang hamba sama sekali tidaklah jujur jika keinginannya hanya ingin mencari ketenaran.”

Ibnul Mubarok mengatakan bahwa Sufyan Ats Tsauri pernah menulis surat padanya, “Hati²lah dengan ketenaran.”

Daud Ath Tho’i mengatakan, “Menjauhlah engkau dari manusia sebagaimana engkau menjauh dari singa.” Maksudnya, tidak perlu kita mencari-cari ketenaran ketika beramal sholeh.

Imam Ahmad mengatakan, “Beruntung sekali orang yang Allah buat ia tidak tenar.” Beliau juga pernah mengatakan, “Aku lebih senang jika aku berada pada tempat yang tidak ada siapa².”

Dzun Nuun mengatakan, “Tidaklah Allah memberikan keikhlasan pada seorang hamba kecuali ia akan suka berada di jubb (penjara di bawah tanah) sehingga tidak dikenal siapa².”

Al Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Rahimahullahu ‘abdan akhmala dzikrohu (Moga² Allah merahmati seorang hamba yang tidak ingin dirinya dikenal/tenar)”

Basyr bin Al Harits Al Hafiy mengatakan, “Aku tidak mengetahui ada seseorang yang ingin tenar kecuali berangsur-angsur agamanya pun akan hilang. Silakan jika ketenaran yang dicari. Orang yang ingin mencari ketenaran sungguh ia kurang bertaqwa pada Allah.” Suatu saat juga Basyr mengatakan, “Orang yang tidak mendapatkan kelezatan di akhirat adalah orang yang ingin tenar.”

Ibrahim bin Ad Ham mengatakan, “Tidaklah bertaqwa pada Allah orang yang ingin kebaikannya disebut-sebut orang.”

Cobalah lihat bagaimana ulama salaf dahulu tidak ingin dirinya tenar. Al Hasan Al Bashri pernah menceritakan mengenai Ibnul Mubarok. Suatu saat Ibnul Mubarok pernah datang ke tempat sumber air di mana orang² banyak yang menggunakannya untuk minum. Tatkala itu orang² pun tidak ada yang mengenal siapa Ibnul Mubarok. Orang² pun akhirnya saling berdesakan dengan beliau dan saling mendorong untuk mendapatkan air tersebut. Tatkala selesai dari  mendapatkan minuman, Ibnul Mubarok pun mengatakan pada Al Hasan Al Bashri, “Kehidupan memang seperti ini. Inilah yang terjadi jika kita tidak terkenal dan tidak dihormati.” Lihatlah Ibnul Mubarok lebih senang kondisinya tidak tenar dan tidak menganggapnya masalah.

Ketiga: Merasa diri penuh kekurangan dalam beramal

Inilah juga di antara tanda ikhlas yaitu merasa diri serba kekurangan ketika menunaikan kewajiban². Para ulama salaf terdahulu begitu semangat untuk menyempurnakan amalan mereka, kemudian mereka berharap-harap agar amalan tersebut diterima oleh Allah dan khawatir jika tertolak. Merekalah yang disebutkan dalam firman Allah,

وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ

“Dan orang² yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut.”
(QS. Al Mu’minun: 60)

Aisyah mengatakan,

يَا رَسُولَ اللَّهِ (وَالَّذِينَ يُؤْتُونَ مَا آتَوْا وَقُلُوبُهُمْ وَجِلَةٌ) أَهُوَ الرَّجُلُ الَّذِى يَزْنِى وَيَسْرِقُ وَيَشْرَبُ الْخَمْرَ قَالَ « لاَ يَا بِنْتَ أَبِى بَكْرٍ – أَوْ يَا بِنْتَ الصِّدِّيقِ – وَلَكِنَّهُ الرَّجُلُ يَصُومُ وَيَتَصَدَّقُ وَيُصَلِّى وَهُوَ يَخَافُ أَنْ لاَ يُتَقَبَّلَ مِنْهُ ».

“Wahai Rasulullah! Apakah yang dimaksudkan dalam ayat “Dan orang² yang memberikan apa yang telah mereka berikan, dengan hati yang takut”, adalah orang yang berzina, mencuri dan meminum khomr?” Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam lantas menjawab, “Wahai putri Ash Shidiq (maksudnya Abu Bakar Ash Shidiq)! Yang dimaksud dalam ayat tersebut bukanlah seperti itu. Bahkan yang dimaksudkan dalam ayat tersebut adalah orang yang berpuasa, yang bersedekah dan yang shalat, namun ia khawatir amalannya tidak diterima.”

Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah mengatakan, “Diterimanya suatu amalan berkaitan dengan melakukan sesuatu sesuai dengan yang diperintahkan. Setiap orang yang bertaqwa pada Allah ketika ia beramal, maka ia akan melakukan sebagaimana yang diperintahkan. Akan tetapi ia tidak bisa memastikan sendiri bahwa amalan yang ia lakukan diterima di sisi Allah karena ia tidak bisa memastikan bahwa amalan yang ia lakukan sudah sempurna.”

Itulah yang membuat para salaf begitu khawatir dengan tidak diterimanya amalan mereka karena mereka sendiri tidak bisa memastikan sempurnanya amalan mereka.

Itulah mereka para salaf yang merasa diri mereka serba kekurangan dalam amalannya. Lihatlah perkataan² para salaf berikut ini..

Al Fudhail bin Iyadh mengatakan, “Jika ada yang mengetahui orang yang tidak ikhlas (orang yang riya), maka lihatlah pada diriku.”

Daud Ath Tho'i mengatakan, “Jika manusia mengetahui sebagian kejelekanku, tentu lisan manusia tidak akan pernah lagi menyebutkan kebaikanku.”

Ibnul Mubarok mengatakan,

أَحَبُّ الصَّالِحِيْنَ وَلَسْتُ مِنْهُمْ وَأَبْغَضُ الطَّالِحِيْنَ وَأَنَا شَرٌّ مِنْهُمْ

“Aku menyukai orang² sholeh. Akan tetapi, aku bukan termasuk mereka. Aku membenci orang² tholih (yang suka maksiat). Sedangkan aku sebenarnya lebih jelek dari mereka.”

Al Hasan Al Bashri sering mencela dirinya sendiri sambil mengatakan, “Diri ini sering mengucapkan perkataan orang² sholeh, orang yang taat dan ahli ibadah. Namun diri ini sering melakukan kefasikan dan perbuatan riya. Ini sungguh bukan perbuatan orang² yang ikhlas."

Itulah contoh para salaf yang senantiasa mencela diri mereka dan merasa diri mereka memiliki kekurangan dalam beramal.

Semoga Allah Ta'alaa senantiasa memudahkan kita semua menjadi orang² yang selalu berusaha untuk ikhlas dalam setiap amalan'..

Wallahu Waliyyut Taufiq Was Sadaad'..

Semoga bisa menjadi ilmu dan renungan yang bermanfaat'..

0 komentar: